BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia dan malaysia adalah dua negara yang
serumpun, namun menganut sistem hukum
yang berbeda. Indonesia yang cukup lama dijajah oleh belanda mengadopsi
sistem hukum Civil Law (eropa continental) sedangkan malaysia yang merupakan
bekas daerah jajahan inggris menganut sistem hukum common law (anglo saxon).
Dua sistem tersebut merupakan bagian dari sistem keluarga hukum di dunia (legal
families). Dari torehan sejarah yang ada, nampak pengaruh besar kedua sistem
tersebut pada negara-negara yang menganutnya sebagai akibat dai proses
penjajahan ataupun penerimaan secara sukarela sesuai dengan ideologi negara
tersebut masing-masing. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan kedua sistem
tersebut, khususnya dalam hukum pidana, perlu dilakukan perbandingan terhadap
hukum masing-masing negara penganut sistem tersebut.
Metode suatu perbandingan dapat kita katakan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari pemikiran dan pengetahuan manusia
sehari-hari. Secara sederhana, dalam berbagai tingkatannya, memperbandingkan
satu dengan yang lainnya merupakan hal yang pasti terjadi hampir di dalam
seluruh bidang kehidupan manusia. Sebagaimana Hall menegaskan, ”to be sapiens
is to be a comparatist.”
Melalui sejarah yang panjang, teknik perbandingan
ternyata telah memberikan kontribusi yang teramat penting dan berpengaruh di
seluruh bidang ilmu alam dan ilmu sosial. Dalam hal ini, perbandingan hukum
mempunyai signifikansi terhadap aplikasi yang sistematis dari teknik
perbandingan terhadap bidang hukum. Artinya, perbandingan hukum mencoba untuk
mempelajari dan meneliti hukum dengan menggunakan perbandingan yang sistematik
dari dua atau lebih sistem hukum, bagian hukum, cabang hukum, serta aspek-aspek
yang terkait dengan ilmu hukum. Arti penting dari studi perbandingan sebagai
sebuah elemen dasar dalam pendidikan hukum juga telah digarisbawahi dalam
berbagai laporan resmi.
Perbandingan hukum memilik posisi sentral untuk
memberikan kontribusi khusus bagi para ahli hukum yaitu studi yang memiliki
signifikansi dan nilai penting untuk penegakkan hukum dalam bingkai formulasi
dan pengembangan konsep maupun gagasan, serta memberikan pengetahuan terhadap
tipe-tipe kelembagaan yang terlibat di dalamnya.
Para ahli perbandingan hukum dapat pula menyumbangkan
kontribusi penting bagi studi ilmu hukum dengan menemukan pengertian
konsekuensi umum dari pelaksanaan suatu sistem hukum terhadap pola atau stuktur
tertentu dari model kelembagaannya. Sebagai contoh, permasalahan apa yang
menjadi kendala utama dalam suatu sistem hukum; dan bagaimana cara
menghindarinya ketika suatu sistem mempunyai struktur prosedur dan institusi
dari tipe umum yang dijalankan di negara-negara Eropa guna menangani
kasus-kasus perdata? Tentunya pertanyaan yang serupa dapat juga diajukan
mengenai bagaimanakah sistem dan prosedur hukum yang saat ini digunakan di
negara-negara dunia lain.
Penguasaan teknik perbandingan secara otomatis akan
memberikan pengetahuan tambahan bagi para Mahasiswa hukum mengenai pola kerja
berjalannya suatu sistem hukum, khususnya sistem hukum pada negaranya
masing-masing. Lebih dari itu, ilmu dasar dan lanjutan dari subjek perbandingan
hukum di masa yang akan datang tentunya menjadikan para mahasiswa hukum lebih
peduli terhadap interaksi di antara sistem hukum melebihi kepeduliannya pada
sistem hukum yang berlaku saat ini.
Dalam hal ini, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
hukum pidana di Indonesia dan hukum pidana malaysia maka akan dilakukan
perbandingan hukum pidana kedua negara tersebut, namun tidak secara
komperehensif dan menyeluruh melainkan mengenai poin-poin tertentu saja yang
signifikan dan disesuaikan dengan literatur yang ada.
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makahal
ini ialah sebagai berikut:
a.
Bagaimana
sistematika hukum pidana malaysia?
b.
Bagamaimana
perbandingan hukum pidana malaysia dengan hukum pidana indonesia dalam hal
penyertaan, perbarengan dan pengulangan, hapusnya hak penuntutan dan hapusnya
hak pelaksanaan pidana, kesalahan, bersifat melawan hukum, dan sebab akibat?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kodifikasi Dan
Sistematika Hukum Pidana Malaysia
Hukum pidana negara Malaysia telah terkodifikasi dalam
Act No. 574 Code Penal Of Malaysia. Sedangkan hukum pidana indonesia
dikodifikasikan dalam KUHP (Undang-Undang No. 1 tahun 1946 jo. Undang-undang
No. 73 tahun 1958).
Perbedaan yang paling mendasar ialah KUHP malaysia
tidak terdiri atas buku I,II, dan seterusnya sebagaimana dengan KUHP indonesia
(yang lama 3 buku dan yang rancangan 2 buku), juga KUHP asing lain, semuanya
terdiri atas dua atau tiga atau empat buku. KUHP malaysia langsung terdiri atas
bab-bab.
Sistematika hukum pidana indonesia (KUHP terdiri dari
tiga buku, yaitu:
-
Buku I yang
memuat ketentuan Umum
-
Buku II yang
memuat kejahatan
-
Buku III yang
memuat pelanggaran
KUHP indonesia mengenal perbedaan antara kejahatana
dan pelanggaran . Sedangkan Code Penal Of Malaysia tidak mengenal adanya
perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran, disebabkan penganut sistem hukum
Common law pada umumnya membedakan tindak pidana kedalam kejahatan berat,
ringan, dan kejahatan terhadap negara.
Jika dibandingkan dengan KUHP-KUHP modern, maka KUHP
Malaysia termasuk KUHP yang ketinggalan zaman. Sistem dan dasarnya sangat
berbeda-beda dengan KUHP kita, baik dengan yang sekarang berlaku maupun dengan
rancangan KUHP baru.
Adapun sistematika Code Penal of malaysia ialah
sebagai berikut:
Bab I pendahuluan, berisi ketentuan-ketentuan
berlakunya KUHP ini, yang tercantum sangat singkat. Tidak tercantum asa
legalitas. Juga tercantum tentang perubahan perundang-undang yang menuntungkan
terdakwa, sebagaimana tercantum dalam banyak KUHP di dunia ini.
Bab II tentang defenisi-defenisi istilah dalam KUHP
ini yang dalam KUHP indonesia tercantum pada bagian akhir buku I yaitu bab IX.
Sama halnya dengan bab-bab yang lain, disini pun di tambahkan ilustrasi dan
penjelasan yang panjang-panjang.
Bab III mengenai pidana, yang jika dibandingkan dengan
KUHP indonesia, ketentuan ini kurang lengkap, hanya mengatur tentang pidana
terhadap delik gabungan (perbarengan).
Bab IV mengatur tentang pengecualian umum, yang dapat
dibandingkan denga ketentuan tentang penghapusan pidana dalam KUHP kita, yang
terbagi atas alasan pembenar dan alasan pemaaf. Pengecualian terhadap
penjatuhan pidana ini sangat mendetail, dengan penjelasan dan ilustrasi. Pada
hakikatnya sama dengan ketentuan dalam KUHP indonesia, hanya nama dan
perumusannya sama sekali lain.
Bab V mengatur tentang penganjuran, yan meskipun tidak
sama, namun dapat disejajarkan dengan delik menyuruh melakukan (sebenarnya membuat
orang lain melakukan atau doen plegen di dalam KUHP kita. Delik =enganjuran di
malaysia ini berlaku juga jika orang yang dianjurkan berada di luar malaysia.
Delik penganjuran ini diatur mendetail, dengan ilustrasi daan penjelasan yang
terinci.
Bab VA, mengatur tentang delik persekongkolan ata
kompotan (conspiracy), yang dalam KUHP Indonesia diatur dalam pasal 88. Mulai
bab ini KUHP malaysia sudah mencantumkan sanksi pidananya, jadi dapat dikatakan
sudah masuk sejajar dengan buku II KUHP indonesia.
Bab VI mengatur tentang delik-delik terhadap negara.
Bab ini sejajar dengan bab I buku II (baik yang lama maupun rancangan),
meskipun tentu perumusannya sangat berbeda dengan KUHP Indonesia.
Bab VII mengatur tentang delik-delik yang berkaitan
dengan angkatan bersenjata, yang tidak ada pidananya dalam KUHP indonesia,
tetapi tercantum dalam KUHP tentara.
Bab VIII mengenai delik-delik terhadap ketenteraman
umum yang padanannya tercantum dalam bab V buku II KUHP indonesia, tetapi isi
dan perumusannya sangat berbeda, misalnya KUHP malaysia mulai dengan pertemuan
dan perkumpulan terlarang, sedangkan menurut KUHP indonesia mulai dengan delik
kebencian dan permusuhan dan penodaan lambang negara.
Bab IX mengenai delik yang dilakukan oleh pegawai
negeri atau yang berkaitan dengan pegawai negeri. Di dalam KUHP indonesia
diatur dalam bab XXVIII mengenai delik jabatan. Yang berbeda ialah bahwa
beberpa pasal delik jabatan di dalam KUHP indonesia seperti suap-menyuap masuk
dalam delik korupsi, sedangkan di malaysia, undang-undang anti korupsinya
mempunyai perumusan tersendiri yang bersifat sangat darurat dan menyimpang arti
ketentuan KUHPnya. Seseorang pejabat yang korupsi, khususnya delik suap, ia
dapat didakwa tiga undang-undang sekaligus, yaitu dua buah undang-undang anti
korupsi dan juga delik yang dilakukan oleh atau yang berkaitan dengan pegawai
negeri ini di dlam KUHPnya.
Bab X mengenai penghinaan terhadap wewenang yang sah
pegawa negeri, yang isinya mengenai pembangkangan terhadap pegawai negeri yang
menjalankan wewenangnya yang sah, seperti tidak mematuhi panggilan atau
perintah yang lain dari pegawai negeri, mencegah diserahkan kepadanya panggilan
dan seterusnya. Ini dapat disejajarkan dengan bab VIII buku II KUHP, meskipun
isinya sangat berbeda.
Bab XI mengenai bukti palsu delik-delik terhadap
peradilan umum. Di sini diatur tentang sumpah palsu, termasuk pula di sini
delik-delik yang biasanya digolongkan di dalam delik contemt of court yang
dalam rancangan KUHp baru hal itu dihimpun di dalam satu bab tersendiri.
Bab XII mengatur tentang delik-delik yang berkaitan
dengan uang logam atau perangko pemerintah. Ini dapat disejajarkan dengan bab X
KUHP tentang pemalsuan uang.
Bab XIII mengenai delik-delik timbangan dan ukuran.di
indonesia delik demikian diatur secara khusus di dalam undang-undang tera
legal.
Bab IV mengatur tentang delik-delik terhadap kesehatan
umum, keselamatan, kesenangan, kesopanan dan kesusilaan. Kalau kita telaah bab
ini, maka ternyata diatur secara berurut dan terinci mulai dengan delik tentang
kebisingan, kesehatan lingkungan, termasuk penjualan makakan, minuman dan obat
yang merusak kesehatan, pencemaran air dan udara, sampai pada keselamatan
lalu-lintas di jalanan dan navigasi kapal. Sebagian perumusan bab ini dapat
disejajarkan, meskipun sangat berlainan dengan bab VII buku II KUHP indonesia
yang mengenai delik yang membahayakan keselamatan umum,manusia,dan benda.
Bagian yang lain dapat disejajarkan dengan delik kesusilaan dalam KUHP kita
tersebut (bab XIV).
Bab XV mengatur tentang delik agama yang dapat
dibandingkan dengan pasal !%^ a bab V buku II KUHP indonesia.
Bab XVI tentang delik terhadap badan manusia. Di sini
termasuk delik terhadap nyawa, abortus, pembunuhan bayi, mencederai badan
(penganiayaan), pembatasam dan pengurungan orang, penyerangan terhadap orang,
penculikan, melarikan orang, perbudakan dan kerja paksa. Jadi, sebagian dapat
disejajarkan dengan bab XIX tentang penganiayaan, bab XVIII tentang kejahatan
tentang kemerdekaan, semuanya dalam buku II KUHP indonesia.
Bab XVII mengatur tentang delik terhadap harta benda
yang sejajar dengan bab XXI tentang pencurian, bab XXIV tentang penggelapan,
bab XXX tentang penadahan, bab XXV tentang penipuan dan bab V khususnya tentang
delik memasuki tempat kediaman orang, semuanya dalam buku II indonesia.
Bab XVIII mengatur tentang delik yang berkaitan dengan
dokumen, perdagangan dan merk, yang sejajar dengan beberapa bab buku II KUHP
indonesia, yaitu bab X tentang pemalsuan uang, uang kertas negara dan uang
kertas bank, bab XI tentang pemalsuan materai dan merk, bab XII tentang
pemalsuan surat.
Bab XIX KUHP malaysia ini telah dihapus.
Bab XX mengatur delik mengenai perkawinan yang dapat
disejajarkan dengan bab XIII tentang kejahatan mengenai asal-usul dan
perkawinan dalam buku II KUHP indonesia.
Bab XXI mengatur tentang delik pencemaran atau fitnah,
yang sejajar dengan bab XVI tentang penghinaan dalam buku II KUHP indonesia.
Bab XXII mengatur tentang delik intimidasi kriminal,
penghinaan dan gangguan, yang dapat disejajarkan dengan delik pemerasan dan
pengancaman dalam bab XXIII KUHP indonesia.
Secara umum dapat ditarik kesimpulan, bahwa KUHP
malaysia tersebut termasuk KUHP kuno, jika dibandingkan misalnya dengan WvS
belanda yang sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar